Friday, June 28, 2019

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN METANIL YELLOW PADA MAKANAN



Hari, tanggal   : Senin, 8 April 2018
Tempat            : Laboratorium Kimia
      A.    DASAR TEORI

Metanil yellow atau kuning metanil merupakan bahan pewarna sintetik berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, bersifat larut dalam air dan alkohol, agak larut dalam benzen dan eter, serta sedikit larut dalam aseton. Pewarna ini umumnya digunakan sebagai pewarna pada tekstil, kertas, tinta, plastik, kulit, dan cat, serta sebagai indikator asam-basa di laboratorium. Namun pada prakteknya, di Indonesia pewarna ini sering disalahgunakan untuk mewarnai berbagai jenis pangan antara lain kerupuk,mi, tahu, dan pangan jajanan yang berwarna kuning, seperti gorengan. Saat ini banyak kuning metanil disalahgunakan untuk pangan, beberapa diantaranya telah ditemukan di dalam bahan pangan jajanan berwarna kuning dan banyak juga sebagai pewarna pada tahu. Ciri pangan yang mengandug pewarna metanil yellow di antaranya berwarna kuning menyolok dan cenderung berpendar, banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen.
Metanil yellow sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah mengeluarkan peraturan tegas melalui Permenkes 033 Tahun 2012 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan berbahaya dan dilarang untuk ditambahkan ke dalam makanan atau minuman. Pewarna kuning metanil sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan iritasi saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan tekanan darah rendah.


      B.     HASIL
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, kandungan zat pewarna Metanil yellow pada tepung panir yang dibeli dari pasar tradisional pa baeng-baeng adalah negative.

     C.    ANALISA HASIL
Dari hasil tersebut dapat dianalisis bahwa “tepung panir” yang diperiksa dan dibeli di pasar tradisional, tidak mengandung pewarna sintetis metanil yellow sehingga layak dan aman untuk dikomsumsi sebagai pewarna makanan , Selain itu sesuai dengan Permenkes Nomor  033 tahun 2012 tentang BTP (Bahan Tambahan Pangan) tidak diizinkan menggunakan zat warnaMethanyl Yellow karena pewarna ini hanya digunakan untuk pewarna industri tekstil (kain), kertas dan cat, tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan untuk pangan. Ciri – ciri yang ditemukan yang mengindikasikan tepung panir tidak mengandung methanol yellow adalah tepung tidak memiliki warna kuning yang mencolok dan warna kuning homogen.  Hal tersebut menandakan pula warna pada tepung panir yang diperiksa dapat berasal dari warna alami bahan tepung tersebut.

     D.    KESIMPULAN
Bersadarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat menarik kesimpulan yaitu sampel tepung panir yang diperoleh di beberapa pasar tradisional pa baeng baeng dinyatakan negative dan memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan.

      E.     SARAN
Berdasarkan hasil praktikum, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.     Diharapkan kepada pihak produsen agar tetap dan terus menggunakan bahan tambahan pangan yang memenuhi syarat menurut peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.
2.   Diharapkan kepada instansi terkait khususnya BPOM untuk tetap mengadakan pengawasan dan sanksi kepada produsen tentang penggunaan zat pewarna yang digunakan.
3.    Cara mengetahui tepung panir yang aman dari methanol yellow yaitu warna tidak mencolok dan warna rata (homogen) serta baunya alami.
LAMPIRAN
Memasukkan sampel kr gelas kimia

Menambahkan aquades ke sampel 

Mengaduk sampel 

Memasukkan ke tabung 

Menyimpan tabung berisi sampel ke wadah tes KIT 

Sampul tepung panir

Membandingkan dengan blanko dan skala warna 

Wadah tabung tes KIT metanil yellow



LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN FORMALIN PADA MAKANAN



Hari, tanggal    : Senin, 8 April 2018
Tempat             : Laboratorium kimia

      A.     DASAR TEORI
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.  Di dalam larutan formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air dan merupakan anggota paling sederhana dan termasuk kelompok aldehid dengan rumus kimia HCHO.  Formalin biasanya diperdagangkan di pasaran dengan nama berbeda-beda antara lain yaitu: Formol, Morbicid, Methanal, Formic aldehyde, Methyl oxide, Oxymethylene, Methylene aldehyde, Oxomethane, Formoform, Formalith, Karsan, Methyleneglycol, Paraforin, Polyoxymethylene glycols, Superlysoform, Tetraoxymethylene, dan Trioxane.
Formalin biasanya digunakan pada :
1.      Bidang kesehatan : desinfektan dan pengawet mayat
2.      Industri perkayuan dan plywood : sebagai perekat
3.      Industri plastik : bahan campuran produksi
4.      Industri tekstil, resin, karet dan fotografi : mempercepat pewarnaan.
Dari hasil sejumlah  survey dan pemeriksaan laboratorium, ditemukan sejumlah produk pangan menggunakan formalin sebagai pengawet misalnya ikan segar, ayam potong, mie basah, bakso, ikan asin dan tahu yang beredar di pasaran. Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala: sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes.  

      B.     HASIL
             Hasil yang didapatkan dari praktikum pemeriksaan formalin pada ikan teri kering adalah Negatif.

      C.     ANALISA HASIL
                  Dari hasil tersebut dapat dianalisis bahwa “ikan teri kering” yang diperiksa dan dibeli di salah satu pasar tradisional, tidak mengandung formalin sehingga layak untuk dikomsumsi, Selain itu sesuai dengan Permenkes Nomor   033 Tahun 2012 tentang BTP (Bahan Tambahan Pangan) untuk tidak menggunakan formalin pada makanan. Ciri – ciri yang ditemukan yang mengindikasikan ikan teri tidak mengandung formalin adalah ikan teri asin berbau tidak sedap dan ada aroma khasnya dan daging ikan teri asin mudah hancur dan rapuh.  Hal tersebut menandakan pula penjual menggunakan pengawet alami seperti garam walaupun harga formalin lebih murah dan menaati peraturan yang berlaku

      D.     KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari pemeriksaaan kandungan formalin pada makanan, yaitu sampel yang diperiksa negatif mengandung formalin sehingga layak untuk dikomsumsi masyarakat.

      E.     SARAN
Sebaiknya sikap penjual yang tidak menggunakan BTP yang berbahaya harus dipertahankan dan dapat menjadi contoh bagi penjual lainnya sehingga tidak merugikan kesehatan masyarakat yang membelinya. Ikan teri kering bebas formalin biasanya cepat busuk dan rusak jika diletakkan di ruangan terbuka, memiliki aroma dan bau khas, mudah hancur dan rapuh, dan mudah dihinggapi lalat.
LAMPIRAN 
Sampel ikan teri kering 

Menghaluskan Sampel dan menambahkan aquades

Memindahkan 5 ml ke kelas kimia

Meneteskan reagen ke sampel 

Mencelupkan 1 detik kertas skala de dalam sampel 

Membandingkan dengan skala warna formalin 

Reagent formalin 





Thursday, June 27, 2019

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN RHODAMIN B PADA MAKANAN



   Hari, tanggal   : Senin, 8 April 2018
   Tempat            : Laboratorium Kimia
         A.    DASAR TEORI
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat Rhodamine-B pada kerupuk, sambal botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari.
Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000. Zat yang sangat dilarang penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada suhu 165?C.
Dalam analisis dengan metode destruksi dan metode spektrofometri, didapat informasi bahwa sifat racun yang terdapat dalam Rhodamine B tidak hanya saja disebabkan oleh senyawa organiknya saja tetapi juga oleh senyawa anorganik yang terdapat dalam Rhodamin B itu sendiri, bahkan jika Rhodamin B terkontaminasi oleh senyawa anorganik lain seperti timbal dan. Dengan terkontaminasinya Rhodamin B dengan kedua unsur tersebut, menjadikan pewarna ini berbahaya jika digunakan dalam makanan.
Beberapa sifat berbahaya dari Rhodamin B seperti menyebabkan iritasi bila terkena mata, menyebabkan kulit iritasi dan kemerahan bila terkena kulit hampir mirip dengan sifat dari Klorin. Penyebab lain senyawa ini begitu berbahaya jika dikonsumsi adalah senyawa tersebut adalah senyawa yang radikal. Senyawa radikal adalah senyawa yang tidak stabil. Dalam struktur Rhodamin kita ketahui mengandung klorin (senyawa halogen), sifat halogen adalah mudah bereaksi atau memiliki reaktivitas yang tinggi maka dengan demikian senyawa tersebut karena merupakan senyawa yang radikal akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan berikatan dengan senyawa-senyawa dalam tubuh kita sehingga pada akhirnya akan memicu kanker pada manusia.
Adapun ciri-ciri makanan yang mengandung Rhodamin B, yaitu:
1.   Warna kelihatan cerah (berwarna-warni), sehingga tampak menarik.
2.   Ada sedikit rasa pahit 
3.   Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya.
4.   Baunya tidak alami sesuai makanannya
5.   Harganya murah 

       B.     HASIL
Dari praktikum di atas, hasil yang didapatkan adalah positif, artinya bumbu balado tersebut  mengandung Rhodamin-B, melalui tes KIT kadar yang diperoleh 5 mg/l.

      C.    ANALISA HASIL
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, bumbu balado “antaka” ini positif mengandung Rhodamin-B, ini dibuktikan pada pemeriksaan yang dilakukan dilaboratorium. Sampel mengalami perubahan warna keunguan dengan kadar kurang lebih 5 mg/l. Sehingga berdasarkan Permenkes Nomor 033 tahun 2012 bumbu ini tidak layak untuk dikonsumsi karena bumbu  ini mengandung BTP (Bahan Tambahan Pangan) yang dilarang penggunaannya dalam makanan.
Rhodamin B dilarang digunakan dalam produk makanan karena penggunaan Rhodamin B dalam waktu lama akan menyebabkan gangguan fungsi hati maupun kanker hati. Jika mengkonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B, maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan pada urin yang berwarna merah atau merah muda. Menghirup rhodamin B dapat pula mengakibatkan gangguan kesehatan yaitu iritasi pada saluran pernapasan, iritasi pada kulit dan juga akan mengalami iritasi mata kemerahan. Rhodamin B ditambahkan dalam bumbu jajanan tahu agar supaya memberikan warna yang menarik pembeli/konsumen. Selain itu harga yang relatif murah serta mudah didapatkan dan praktis juga menjadi alasan para penjual menggunakan pewarna Rhodamin B.

      D.    KESIMPULAN
Berdasarakan hasil dan analisa, maka dapat disimpulkan kadar Rhodamin B 5 mg/l pada bumbu balado “ Antaka” yang ditemukan tidak layak konsumsi karena dilarang penggunaannya sesuai Permenkes No 033 Tahun 2012.

      E.     SARAN
a.       Bagi konsumen agar lebih berhatihati dalam membeli jajanan yang menggunakan bumbu balado dengan memperhatikan ciri – ciri pangan yang mengandung rhodamin B. Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin B antara lain warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok, terkadang warna terlihat tidak homogen (rata), ada gumpalan warna pada produk, dan bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit. Biasanya produk pangan yang mengandung rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.
b.      Pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan harus lebih intensif agar memperketat pengawasan dan pemeriksaan serta penyuluhan tentang bahaya zat pewarna Rhodamin B untuk pangan.
LAMPIRAN
Bumbu balado antaka 

Memasukkan sampel ke lumpang

Menambahkan aquades pada sampel 

Mengaduk sampel hingga homogen 

Memindahkan ke tabung yang akan diberi reagen

Memindahkan ke tabung blanko 

Menyimpan pada wadah tabung 

Mengambil reagen rhodamin - B 

Meneteskan ke sampel 

Mengamati perubahan /membandingkan 

Sampel positif mengandung rhodamin B

Alat bahan tes KIT rhodamin 





LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN BORAKS PADA MAKANAN



      Hari, tanggal   : Senin, 8 April 2018
      Tempat            : Laboratorium Kimia
            A.    DASAR TEORI
Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat (NaB4O710H20). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen, mengurangi kesadarahan air dan antiseptic.
Boraks dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus serta memiliki kekenyalan yang khas. Dengan kemampuan tersebut boraks sering disalahgunakan oleh para produsen makanan yaitu digunakan sebagai bahan pengawet pada makanan yang dijualnya seperti mie basah, bakso, lontong, cilok, dan otak-otak dengan ciri-cirinya tekstur sangat kenyal, tidak lengket, dan tidak mudah putus pada mie basah. Namun begitu boraks merupakan bahan tambahan makanan yang sangat berbahaya bagi manusia karena bersifat racun
Boraks dijual dipasarkan dengan label bleng, dengan maksud menyamarkan identitas aslinya. Bleng ini dapat dibeli dengan harga murah dan didapat dengan mudah, sehingga masyakat banyak menggunakan bahan berbahaya ini. Boraks beracun terhadap semua sel, bila tertelan boraks dapat mengakibatkan efek pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi tertinggi dicapai selama ekskresi. Ginjal merupakan organ paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan orang lain. Dosis fatal untuk dewasa 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g.


B.    HASIL

Dari praktikum yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan pada sampel “lontong” untuk pemeriksaan boraks, didapatkan kandungan boraks sebesar 50 mg/l pada skala warna tes KIT

           C.    ANALISA HASIL
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, kami dapat menganalisa bahwa sampel lontong tersebut tidak layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat umum, setelah dilakukan uji kimia. Adapun Ciri-ciri fisik dari jajanan tersebut yang mengindikasikan adanya kandungan Boraks adalah keras, tidak dikerumuni lalat, dan elastis. Peraturan yang melarang penggunaan Boraks adalah Permenkes Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.
Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Penggunaan boraks dalam jangka panjang dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian. Meskipun bukan pengawet makanan, Boraks sering disalahgunakan untuk mengawetkan berbagai makanan seperti lontong. Selain bertujuan untuk mengawetkan, boraks juga dapat membuat tekstur makanan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan makanan 

            D.    KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji boraks pada lontong yang telah kami uji ternyata mengandung boraks sebesar  50 mg/l sehingga tidak layak dikomsumsi sesuai permenkes 033 tahun 2012.

           E.     SARAN
1.      Masyarakat harus lebih teliti dalam memilih makanan yang mengandung bahan boraks. Cara memilih lontong yang bebas boraks yaitu baunya lebih natural (bau daun), tekstur lembek dan tidak terlalu padat, lengket saat dipotong, dan lontong yang dimasak tanpa boraks hanya bertahan dalam kurun waktu 2-3 hari saja
2.      Sebagai tenaga kesehatan perlu memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai boraks tentang bahaya-bahayanya apabila digunakan pada makanan dan tidak digunakan sesuai dengan fungsinya.
3.      Perlunya kesadaran masyarakat untuk membantu dalam mencegah boraks agar tidak digunakan dalam produk makanan.
LAMPIRAN 

Sampel Lontong
Menghaluskan Sampel 
Mencampurnya dengan aquades

memanaskan sampel 5 menit 

Memasukkan 5 ml ke tabung 

Mengambil reagen boraks 

Meneteskan ke sampel 3 tetes 

Menghomogenkan reagen dengan sampel 

Meneteskan ke kertas skala

Membandingkan dengan skala warna boraks 

Alat dan Bahan tes KIT boraks